Jakarta, - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa mobil listrik masih akan menghasilkan emisi karbon. Akan tetapi emisi yang dihasilkan tidak langsung dari kendaraan listrik, melainkan dari sumber energi listrik yang mayoritas masih digunakan di Indonesia yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin membenarkan bahwa emisi karbon dari kendaraan listrik hanya berpindah ke PLTU batu bara.
Namun, Rachmat klaim bahwa kendaraan listrik tetap berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia. Pasalnya emisi karbon yang dihasilkan, termasuk dari PLTU, lebih sedikit dibandingkan dengan polusi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar minyak.
"Masalah pengurangan emisi, banyak yang nanya benar nggak sih mengurangi emisi? Karena mobil listrik ini emisinya nggak ada, tapi pindah nggak ke PLTU? Betul pindah, tapi lebih sedikit," ujar Rachmat pada acara Media Brief di Jakarta, dikutip Kamis (1/6/2023).
Lebih rinci, Rachmat menjabarkan emisi karbon dari 1 liter bensin yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu lebih besar dibandingkan dengan konsumsi listrik yang dihasilkan dari PLTU untuk jarak yang sama.
"Perbedaan besarnya terletak pada emisi yang dihasilkan. Hitungannya, 1 liter bensin jika dibakar akan mengeluarkan 2,3 kg CO2. Sedangkan pada mobil listrik yang diasumsikan menggunakan energi 100% dari PLTU hanya akan menghasilkan emisi sebanyak 1,2 kg CO2. Why? Karena tadi, combustion engine itu tidak terlalu efisien," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, mobil listrik yang saat ini beredar di Indonesia masih menggunakan listrik yang bersumber dari energi kotor yakni batu bara.
Komaidi mengungkapkan bahwa Indonesia masih banyak menggunakan listrik berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang mana menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar. Komaidi menyebut, penggunaan listrik berbasis PLTU RI mencapai 70% dari total penyerapan listrik nasional.
"Saya kira konteksnya harus lebih utuh, tapi kalau hanya melihat dari aspek lingkungan memang kemudian ada beberapa yang perlu dilihat lebih detail. Kalau kita lihat listriknya, ini kan diproduksi sebagian besar mungkin sekarang 65-70% dari batu bara," jelas Komaidi kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (16/5/2023).
Komaidi membeberkan bahwa emisi yang dihasilkan melalui batu bara justru lebih besar dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan melalui BBM. Adanya mobil listrik di Indonesia, menurut Komaidi, memang mengurangi emisi karbon yang dihasilkan melalui BBM, namun justru menambah emisi yang dihasilkan melalui PLTU batu bara.
"Kalau BBM dengan berbagai RON atau Cetane Number itu di kisaran antara 72-75 CO2 ton per terra joule. Sementara kalau batu bara kisarannya antara 99-106 (CO2 ton per terra joule). Artinya memang lebih besar. Artinya kalau listrik yang digunakan (mobil listrik) masih dari batu bara artinya emisi masih lebih besar dari mobil BBM, hanya bergeser saja," papar Komaidi.
Dengan begitu, Komaidi menilai bahwa transisi transportasi menjadi kendaraan listrik masih harus diikuti dengan transisi energi dari PLTU batu bara menjadi energi terbarukan.
"Ibaratnya di depannya kita punya warung di depannya sudah bagus, tapi dalam dapurnya masih sangat kotor. Jadi kan harusnya secara paralel di dapurnya juga harus dirapikan," tuturnya.
Dikutip dari : CNBC Indonesia