Pelindo Regional 4 Tarakan meluruskan bahwa selama ini belum ada kenaikan tarif dan yang terjadi sebenarnya adalah perubahan pengelolaan manajemen lapangan peti kemas.
General Manager PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero Regional 4 Tarakan meluruskan terkait adanya informasi kenaikan tarif peti kemas Rp 10 ribu.
Ia menjelaskan bahwa selama ini belum ada kenaikan tarif dan yang terjadi sebenarnya adalah perubahan pengelolaan manajemen lapangan peti kemas.
Rio Dwi Santoso memaparkan bahwa dulunya lapangan dikelola pihak pelayaran dan setelah Januari diserahkan ke Pelindo mengelola.
“Tadinya pelayaran kontrak atau sewa lapangan sekarang diserahkan ke Pelindo pengelolaannya. Itupun atas permintaan. Tidak ada kenaikan tarif, dulu kita punya lahan disewa pelayaran dikelola mereka. Sekarang Pelindo yang mengelola, cost dikeluarkan pengguna jasa atau JPT, bedanya kalau dulu mereka bayar di Pelayaran, sekarang pengguna jasa bayar tarif ke Pelindo,” jelas Rio Dwi Santoso.
Ia menyebutkan, kontribusi JPT atau pengguna jasa melakukan bongkar muat dan mendatangkan barang dari luar atau mengirim cukup besar.
“Yang masuk peti kemas yang pasti Pelindo menghasilkan pendapatan. Banyak komponen jika dijelaskan karena ada berbeda kegiatan. Ada beberapa kegiatan dengan berbeda tarif,” paparnya.
Namun lanjutnya semakin banyak kegiatan maka Pelindo memiliki pendapatan dan uangnya dikembalikan ke negara dan dalam hal ini, tugas Pelindo menjamin kelancaran negara.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini Tarakan sudah berstatus memiliki pelabuhan internasional.
Meskipun lanjutnya, belum ada yang direct call langsung ke luar negeri.
“Jadi yang bisa perdagangan langsung keluar negeri itu dalam aturan Namanya Pelabuhan Terbuka untuk Perdagangan Keluar Negeri atau Internasional. Tarakan dari dulu sudah Internasional hanya memang dilihat dari mana dulu. Peti kemas memang tidak ada langsung keluar negeri karena memang tidak ada shipping atau pengiriman yang direct atau langsung kirim ke luar negeri,” terangnya.
Lebih lanjut ia memaparkan, saat ini yang menjadi persoalan ada di volume. Karena tidak mungkin misalnya mengirim ke China 400 boks satu kapal. Sementara di Tarakan misalnya hanya sanggup mengirim 10 boks.
“Akhirnya dikumpulkan dulu di transit di Surabaya atau Makassar baru kemudian dibawa keluar negeri,” terangnya.
Komoditas yang potensi ekspor lanjutnya, ada rokok, batu bara dan plywood dan rumput laut bisa saja mencarter satu kapal dikirim melalui Tarakan bisa.
“Mimpi kami ya itu Tarakan ini Singapuranya Indonesia Timur. Sebenarnya setiap jasa angkut mau saja mengangkut ke maan saja yang penting ada demand, misalnya satu dua orang saja mau ke Jepang, tidak mungkin. Karena kalau berbicara demand, kita ambil sampling data sebelum covid. Permintaan cukup tinggi,” terangnya.