Biaya logistik di Tanah Air masih dinilai terlampau tinggi. Pasalnya, kisaran biaya logistik Indonesia mencapai 22% dari PDB. Hal ini disampaikan oleh Ekonom Senior Faisal Basri dalam diskusi CORE Indonesia di Jakarta.
"Logistic cost kita itu 22% dari PDB, jadi istilahnya itu habis di ongkos karena apa 80% barang di Indonesia diangkut lewat darat. Padahal di seluruh dunia 70% barang itu diangkut lewat laut karena ongkos darat 10 kali lebih mahal dari laut," kata Pak Faisal, dikutip Rabu (17/5/2023).
Menurutnya, pada awal pemerintahan, Presiden Jokowi telah mencanangkan 'tol laut'. Akan tetapi, program tersebut tidak memberikan hasil nyata. "Di laut ini murah. Yang harus dibangun pendulum nusantara. Sudah ada konsepnya," tegas Faisal.
Dahulu, dalam konsep pendulum nusantara, pemerintah diharapkan bisa mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok dan Sorong untuk memiliki kapasitas yang mencapai dua kali lipat dari saat ini. Sayangnya, kata Faisal, malah membangun pelabuhan baru di Kuala Tanjung, bukan memperbesar Pelabuhan Belawan.
Menurut Faisal, saat itu, pemerintah ingin menjadikan Sumatera sebagai lumbung pangan baru. Untuk tujuan ini, pemerintah perlu pelabuhan baru. Ketika dipaksakan sebagai proyek, padahal tidak feasible, pelabuhannya menjadi sepi.
"Karena tidak feasible, jadi penunjukkan. Muncul lah kasus-kasus tersebut. Akibatnya ekonomi kita boros sekali," tegasnya.
"Dia mengatakan zaman Pak Harto sampai Pak SBY untuk membangun jembatan saya kasih contoh, itu hanya dibutuhkan tambahan modal 4-4,5 unit modal, Jokowi periode pertama 6,5 naiknya gila, Jokowi periode kedua tapi datanya baru 2021-2022 itu naik jadi 7,3. Zaman Pak Harto bocorannya 30%," tambahnya.
Sebagai catatan, pada kuartal pertama tahun 2021, Kementerian Keuangan mencatat biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Sebagai catatan angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.
Adapun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menargetkan biaya logistik Indonesia di kisaran 17% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di 2024.
"Jadi target kita sampai 2024 kita mau ke 17 persen. Saya bilang saya mau 15 persen dari PDB, jadi saya challenge ini," ungkapnya dalam acara Gernas BBI di Makasssar, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemerintah tengah menguji coba 10 pelabuhan agar dapat melakukan pengapalan langsung ke negara-negara tujuan ekspor. Dengan pengapalan langsung dan memutus rantai hub dari Singapura, Indonesia dapat menghemat biaya angkut hingga 30%.
Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai, telah mendorong penerapan National Logistics Ecosystem (NLE).
"Sebagai negara kepulauan, by default biaya logistik Indonesia pasti akan lebih tinggi," tutur Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Rudy Rahmaddi dikutip dari situs Media Keuangan, Kementerian Keuangan.
Rudy menjelaskan ada beberapa penyebab lain sehingga biaya logistik Indonesia lebih tinggi dibanding negara tetangga.
Ia menyebutkan infrastruktur di Indonesia masih perlu terus dibangun. Di sisi lain, terjadi duplikasi dalam proses bisnis layanan pemerintah sehingga perlu dilakukan penyederhanaan proses bisnis. Faktor lainnya yakni adanya asimetris informasi terkait kebutuhan dan penyediaan jasa logistik.
"Ternyata semua bottle neck tadi akhirnya terakumulasi ke dalam biaya logistik Indonesia terhadap PDB yang ternyata paling tinggi di antara negara-negara tetangga. Nah, itu yang menjadi alarm untuk kemudian membuat langkah terobosan berbentuk NLE," tegas Rudy.
Dikutip dari : CNBC Indonesia