Sejak tahun 2019 sampai dengan saat ini Indonesia secara berturut-turut berada dalam kategori zona White List dalam Region Tokyo MoU.
Hal ini merupakan sebuah prestasi membanggakan yang bisa diartikan bahwa dunia telah mengakui kinerja kapal-kapal berbendera Indonesia, sekaligus meningkatkan kepercayaan dunia terhadap aspek keselamatan dan keamanan pelayaran di Indonesia dan menjadikan kapal-kapal berbendera Indonesia dapat bersaing dengan kapal-kapal berbendera lainnya di dunia.
Demikian disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Jon Kenedi saat menghadiri kegiatan Temu Teknis Para Pemangku Kepentingan Posisi Indonesia 2025 Region Tokyo MoU di Pekanaru, pada Kamis (17/10/2024).
Berbagai upaya yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam menjaga performa kapal Indonesia yang berlayar ke luar negeri untuk mempertahankan status White List ini.
“Diantaranya melalui Instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Laut agar kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar ke luar negeri harus diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal bersama dengan Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan dan Keamanan Kapal Asing (Port State Control Officer atau PSCO) dan/atau Surveyor dari Organisasi yang Diakui (Recognized Organization) sebelum diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB),” jelas Jon Kenedi.
Menurutnya, banyaknya kapal-kapal berbendera Indonesia yang didetensi di luar negeri pada akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang memprihatinkan.
Hal ini, lantaran kapal-kapal berbendera Indonesia yang berlayar ke luar negeri masih belum menerapkan ketentuan terkait kelaiklautan dan keamanan secara benar.
“Ini semua merupakan tanggungjawab kita sebagai para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk meminimalisir kejadian tersebut, sehingga kapal-kapal yang berlayar ke luar negeri memenuhi semua konvensi yang dipersyaratan,” ujar Jon Kenedi.
Dia menegaskan, pemilik atau kapal wajib memastikan kondisi kapal yang akan berlayar ke luar negeri telah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai konvensi internasional.
“Pemilik atau operator yang kapalnya mengalami detensi di luar negeri akan diberikan sanksi berupa teguran, penurunan daerah pelayaran kapalnya, hingga pembekuan Document of Compliance (DOC) apabila ditemukan pelanggaran berat,” ucapnya.