Sebagai produsen tuna terbesar dunia, strategi pengelolaan perikanan tuna Indonesia menjadi perhatian KKP.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP mengungkapkan rekomendasi tertuang dalam strategi itu adalah Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota.
Sebagai produsen tuna terbesar di dunia, strategi pengelolaan perikanan tuna Indonesia menjadi perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Beberapa jenis ikan, seperti cakalang, madidihang dan tuna mata besar berpindah jauh (highly migratory species) melakukan migrasi dan menempuh jarak yang jauh melintasi perairan negara-negara yang berbeda.
Agus Suherman selaku Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan salah satu rekomendasi tertuang dalam strategi itu yaitu Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota.
“Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) merupakan langkah penting dalam proses pengembangan, pengujian dan implementasi strategi pemanfaatan ikan tuna sirip kuning, cakalang dan tuna mata besar di perairan kepulauan Indonesia,” jelasnya.
Mulai dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 mencakup perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali. Lalu, WPP-RI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda. Serta, WPP-RI 715 mencakup perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau.
Sakti Wahyu Trenggono selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia mengatakan hal ini dilakukan untuk membatasi penangkapan dan melakukan pemantauan ketat. Melalui Peluncuran Strategi Pemanfaatan Perikanan Tuna Tropis di Perairan Kepulauan Indonesia, pihaknya ingin menjaga populasi tuna tetap lestari dan terjaga.
“Lahirnya dokumen strategi pemanfaatan ini mewujudkan kedaulatan sekaligus komitmen Indonesia dalam mengelola dan menjamin keberlanjutan ikan tuna.” jelasnya.
Dalam implementasinya, ini menjadi aksi prioritas dari Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol (RPP-TCT) untuk spesies tuna dan tuna neritik. Kebijakan RPP-TCT tersebut terlebih dahulu ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107/KEPMENKP/2015 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 121/KEPMEN-KP/2021.
Poin Penting Penerapan Harvest Strategy Dalam orasi ilmiah di IPB University, Budy Wiryawan selaku Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan menjelaskan Strategi Pemanfaatan (Harvest Strategy) menjadi model operasional bagi para peneliti.
Harvest Strategy adalah rencana yang dipertimbangkan dan disepakati dengan hati-hati untuk melakukan monitoring dan mengkaji perikanan dan menyesuaikan tingkat penangkapan ikan dengan menggunakan tindakan pengelolaan tertentu sesuai aturan pengendalian pemanfaatan untuk memenuhi tujuan spesifik perikanan.
Sayangnya, menurut Budy potensi konflik dalam Harvest Strategy dapat muncul kalau terdapat tumpang tindih antara pengelolaan kawasan konservasi dan pemanfaatan perikanan. Di mana, beberapa kasus, kawasan konservasi ditetapkan melindungi dan mempertahankan ekosistem laut serta populasi ikan di dalamnya.
Di sisi lain, kegiatan pemanfaatan perikanan dilakukan memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil tangkapan ikan. Maka, sinergi antara kedua aspek ini menjadi sangat penting menjaga siklus hidup dan rantai makanan sumber daya ikan, sehingga kelestarian ikan dapat terjaga. Baginya, pemahaman yang utuh terhadap faktor sosial, ekonomi dan lingkungan mempengaruhi kesejahteraan para pelaku usaha perikanan, pembuat kebijakan dan pengelola.
“Pada akhirnya strategi efektif dapat tercipta untuk kesejahteraan jangka panjang komunitas nelayan, serta konservasi ekosistem dan sumber daya ikan.” katanya. Bahkan, ini disampaikan Thilma Komaling selaku Strategic Lead Program Konsorsium Tuna Indonesia yang mengatakan pengelolaan ini menyeimbangkan sumber daya berkelanjutan dengan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir.
Sementara itu, spesies bermigrasi jauh, termasuk tuna, dikelola melalui kerja sama internasional atau regional berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi Indonesia lewat Undang-undang No.17/1985. Pengelolaan tuna dilakukan melalui tuna Regional Fisheries Management Organization (tRFMO).
Studi penandaan tuna besar menunjukkan sebagian besar tuna tertangkap kembali di perairan kepulauan Indonesia dan adanya pertukaran stok dengan wilayah lain.