Dalam dunia ekspor impor, dikenal istilah D & D atau demurrage dan detention. Kedua istilah ini sering sekali dipergunakan dalam dunia perdagangan internasional oleh para pelaku ekspor dan impor, juga pelaku ekspedisi. Lebih sering lagi, demurrage dan detention berperan dalam ranah impor, meski terdapat pula kasus pada ranah ekspor hanya dalam jumlah sedikit.
Bagi eksportir dan importir pemula, seringkali muncul kebingungan dalam memahami kedua istilah ini. Sebab, keduanya memang nyaris serupa. Antara detention dan demurrage sebetulnya memiliki perbedaan, meski keduanya sama-sama merupakan biaya berupa denda yang ditetapkan perusahaan pelayaran. Terdapat perbedaan-perbedaan substansial yang memisahkan antara kedua istilah ini. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang konsep keduanya, termasuk perihal skema dan pengenaan biayanya, simak pemaparan berikut ini.
Detention adalah biaya berupa denda yang dikenakan pada pihak eksportir dan importir ketika peti kemas tidak segera dikembalikan ke container yard atau pelabuhan asal, setelah proses bongkar muat selesai. Misal, peti kemas dalam keadaan penuh telah diambil untuk dibongkar (selama periode gratis), tetapi, peti kemas yang sudah kosong ini tidak dikembalikan juga hingga batas waktu gratis yang diberikan. Jadi sebetulnya, setelah barang muatan dikeluarkan dari kontainer, importir harus segera mengembalikan kontainer tersebut ke container yard yang terletak di pelabuhan asal, jika tidak ingin terkena detention.
Ketika detention terjadi, biaya yang akan dikenakan pada pihak penyewa biasanya berupa biaya keterlambatan, pemeliharaan, pemulihan, dan biaya lainnya sesuai kesepakatan. Biaya yang ditetapkan pun bervariasi tergantung pada lama waktu penundaan, ketentuan perusahaan pelayaran, dan jenis peti kemas yang disewa. Biaya detention juga dapat berbeda antara negara tujuan dengan negara asal.
Selain detention, ada juga istilah lainnya yang berkaitan dengan denda dalam dunia logistik, yaitu demurrage. Detention dan demurrage kerap disamakan, padahal keduanya memiliki skema yang berbeda. Jika detention merupakan denda yang ditetapkan ketika peti kemas tidak segera dikembalikan ke container yard atau pelabuhan asal, setelah proses bongkar muat selesai, maka demurrage berbeda skema dengan ini. Demurrage merupakan biaya berupa denda yang ditetapkan perusahaan pelayaran pada importir atau eksportir, ketika peti kemas yang penuh belum diambil untuk dibongkar setelah melewati periode gratis sesuai kesepakatan.
Dengan demikian, perbedaan antara detention dan demurrage bisa cukup jelas. Singkatnya, detention bisa terjadi saat peti kemas yang kosong, baik setelah diuraikan atau pun sebelum diisi, belum dikembalikan ke perusahaan pelayaran. Sedangkan, demurrage bisa terjadi saat peti kemas dalam keadaan penuh belum diambil dari perusahaan pelayaran. Keduanya sama-sama biaya berupa denda, tetapi skemanya yang berbeda.
Alasan yang paling umum terjadinya denda detention adalah peti kemas yang telah kosong tidak segera dikembalikan ke container yard atau parkiran peti kemas yang terletak di pelabuhan asal. Ada juga faktor lain yang bisa menyebabkan terjadinya detention, yaitu seperti:
Adanya pembatasan ekspor dan impor barang oleh bea cukai dan biasanya jadi butuh waktu lama untuk perizinan dari otoritas terkait.
Kemacetan dan penumpukan peti kemas di pelabuhan.
Kesulitan dalam memperkirakan waktu transit peti kemas, mulai saat pengiriman oleh agen hingga peti kemas kembali ke container yard.
Seperti yang sudah dijelaskan, setiap perusahaan pelayaran sebetulnya memiliki batas waktu gratis agar penyewa tidak terkena biaya detention maupun demurrage. Bahkan, penyewa juga bisa melakukan negosiasi tambahan waktu gratis dari jalur pelayaran, apabila memang diperlukan karena satu dan lain hal. Dari sini biasanya akan ditanyakan apakah tambahan itu untuk demurrage atau detention. Ada juga perusahaan pelayaran yang menawarkan gabungan periode batas detention dengan demurrage.
Perihal perhitungan, setelah batas waktu gratis telah habis dan tidak bisa dinegosiasi, biasanya perusahaan pelayaran langsung menetapkan detention jika peti kemas belum sampai di container yard. Misalnya begini, sebuah perusahaan pelayaran menyewakan peti kemas dengan batas waktu gratis selama 10 hari untuk pengembalian peti kemas setelah peti kemas kosong. Dalam kontrak tetulis, jika pihak penyewa tidak mengembalikan peti kemas dalam batas waktu yang sesuai dengan kesepakatan tersebut, maka perusahaan pelayaran akan memberlakukan biaya detention.
Kemudian, peti kemas berhasil dilakukan proses bongkar muat dan dalam keadaan kosong. Tetapi, pihak penyewa tidak segera mengembalikan peti kemas melebihi batas waktu gratis yang sesuai dengan kontrak, karena berbagai faktor. Maka, setelah 10 hari masa gratis, perusahaan pelayaran dapat memulai denda detention.
Serupa dengan demurrage, biasanya biaya detention berlaku setiap pertambahan hari. Jadi, setelah lewat masa gratis, baik eksportir maupun importis harus membayar sejumlah yang telah disepakati per hari, sesuai hari keterlambatan. Karena itulah, penting untuk selalu mengikuti kontrak kesepakatan pengembalian peti kemas. Hal ini tentu saja agar eksportir dan importir terhindar dari detention maupun demurrage yang sudah menjadi ketentuan perusahaan pelayaran dan disepakati bersama. Dengan begitu, kedua belah pihak tidak sama-sama merugi.
Ada beberapa dampak yang akan timbul jika terjadi detention yang berimbas pada industri logistik. Dampak ini bisa dari segi biaya, waktu, bahkan kualitas. Berikut beberapa dampak yang sangat mungkin terjadi akibat detention:
Oleh karena banyaknya dampak yang bisa ditimbulkan, detention harus dihindari sebisa mungkin dengan melakukan berbagai macam upaya pencegahan. Sebab, detention bukan hanya masalah bagi perusahaan pelayaran dan secara luas jasa logistik, tetapi juga masalah bagi para eksportir dan importir.
Nah, salah satu cara untuk menghindari detention yaitu dengan memastikan kargo tepat waktu dan siap. Manfaatkanlah waktu “gratis” yang tersisa untuk mempersiapkan seluruh pengiriman sebelum peti kemas kosong mencapai lokasi penerima. Sehingga, proses bongkar muat bisa lebih efisien.