Dengan meningkatnya geliat kegiatan transportasi dan logistik di Indonesia, bisnis truk angkutan barang dan logistik diyakini memiliki prospek yang positif.
Meski begitu, tidak sedikit operator truk logistik yang mengaku masih menghadapi berbagai problem dalam mendongkrak pertumbuhan bisnis usaha yang satu ini.
Terkait hal ini, General Manager PT Elang Transportasi Indonesia (ETI) Hendra Tan beropini bahwa kendala tersebut bukanlah perkara baru namun merupakan masalah klasik yang sudah ada sejak lama muncul namun hingga kini belum ditemukan solusi tepat dan optimal.
Salah satu masalah yang banyak dihadapi para pelaku bisnis truk logistik di tanah air ialah regulasi yang tumpang tindih pada bisnis angkutan barang atau trucking. Hal ini termasuk juga dengan perkara sertifikasi Sopir Truk.
Banyak pelaku bisnis yang mengeluhkan sertifikasi ini. Mereka lebih setuju jika sertifikasi dilakukan saat ujian untuk memperoleh surat izin mengemudi (SIM). Dengan begitu, maka proses sertifikasi akan lebih efisien baik dari segi tenaga, waktu, maupun biaya.
Saat ini diketahui bahwa supir-supir truk PT ETI telah mengikuti uji kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Logistik Insan Prima (LSP-LIP) yang sudah terverifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk meningkatkan tanggung jawab soal keselamatan.
Masalah lainnya ialah biaya operasional trucking yang setiap tahunnya semakin naik dikarenakan berbagai faktor. Salah satu faktor yang paling berpengaruh ialah adanya kemacetan lalu lintas di jalur distribusi, termasuk masih adanya praktik pungutan liar (pungli) pada sejumlah titik di jalan raya.
Selain biaya operasional, biaya maintenance dan suku cadang armada truk yang terus membengkak tidak sebanding dengan tarif angkutan barang. Hal ini tentunya berpengaruh pada penghasilan para pelaku bisnis di sektor transportasi logistik.
Masalah berikutnya ialah adanya perang tarif angkutan barang dan logistik yang masih terjadi antar operator truk. Sebenarnya hal ini dapat di atasi jika ada standarisasi tarif yang jelas sehingga tidak akan terjadi ‘banting tarif’ angkutan logistik.
‘’Sebagai pelaku usaha, kita ingin bagaimana biaya operasional trucking jangan sampai tinggi. Sementara disisi lain operator truk juga mesti comply dengan segala bentuk aturan termasuk aspek safety-nya demi menjaga trust customer,’’ tutur Hendra yang dikutip dari Logistiknews.id, Sabtu (2/12/2023).
Menurut Hendra, truk angkutan barang memiliki peranan yang sangat vital pada dunia logistik. Oleh karena itu, regulasi konkret dari Pemerintah yang lebih berpihak kepada sektor usaha itu memang sangat diperlukan.
‘’Ibaratnya, pergerakan logistik (angkutan) ini di inland-nya yang men-support kegiatan di pelabuhan seperti di Tanjung Priok. Jadi agar layanan logistik efisien, semua pihak atau stakeholders mesti berkolaborasi. Sebab, mau serapih apapun digitalisasi yang telah disiapkan, kalau alur transportasi dan logistiknya tidak efektif maka muncul high cost,’’ ujar Hendra.
Lanjut Hendra juga menyinggung terkait penerapan single truck identity document (STID) di Pelabuhan Tanjung Priok. STID diketahui merupakan salah satu upaya operator pelabuhan dan regulator di Pelabuhan Tanjung Priok dalam menertibkan truk ‘bodong’ atau tanpa kelayakan persyaratan dokumen sesuai aturan.
‘’Implementasi STID di Pelabuhan Tanjung Priok itu sudah cukup bagus supaya trucking yang layani dari ke pelabuhan itu layak operasional dan dokumennya.,’’ tutur Hendra.
Regulasi STID ini sudah diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok sejak September 2021 lalu dan sesuai dengan regulasi Dirjen Perhubungan Laut melalui Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor 803/DJPL/2021.