Toyota dan Honda Dorong Pemerintah untuk Berikan Insentif pada Mobil Hybrid, Bukan Hanya BEV
Dua pemain utama industri otomotif Jepang, Toyota dan Honda, telah memberikan respons terhadap kebijakan baru pemerintah Indonesia yang memberikan insentif bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk impor mobil listrik berbasis baterai (BEV) secara utuh (CBU). Walaupun kedua perusahaan ini menghormati keputusan pemerintah tersebut, mereka juga mengajukan permintaan agar insentif diberikan tidak hanya pada mobil BEV, tetapi juga untuk kendaraan hybrid (HEV) dan Plug-In Hybrid (PHEV), yang mereka yakini juga memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi karbon.
Toyota: Hybrid Layak Mendapatkan Dukungan Pemerintah
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM), Anton Jimmi Suwandy, menyampaikan bahwa kendaraan ramah lingkungan tidak hanya mencakup BEV saja, tetapi juga hybrid yang memiliki kontribusi signifikan dalam pengurangan emisi. Menurutnya, semua jenis kendaraan yang mengusung teknologi ramah lingkungan, termasuk HEV dan PHEV, seharusnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.
"Hybrid ini sangat relevan dengan kebutuhan transisi energi yang lebih ramah lingkungan, sehingga mendapatkan dukungan dari pemerintah untuk lebih mempercepat adopsi teknologi ini sangat penting," ujar Anton dalam wawancara dengan CNN Indonesia pada Senin (18/11).
Anton juga menjelaskan bahwa Toyota sudah memproduksi beberapa model hybrid secara lokal, seperti Innova dan Yaris Cross, sementara BEV dan PHEV yang dipasarkan di Indonesia saat ini masih berstatus impor CBU. Oleh karena itu, Toyota berharap insentif bisa merata, mencakup semua jenis kendaraan yang mendukung upaya pengurangan polusi udara dan emisi karbon.
Honda: Harapan yang Sama untuk Teknologi Hybrid
Senada dengan Toyota, Sales & Marketing and After Sales Director PT Honda Prospect Motor, Yusak Billy, juga menyampaikan bahwa pihaknya mendukung kebijakan pemerintah untuk kendaraan listrik, namun juga berharap perhatian yang sama diberikan untuk mobil hybrid.
"Kami mendukung kebijakan insentif untuk kendaraan listrik, namun kami berharap teknologi ramah lingkungan lainnya, seperti hybrid, juga mendapatkan perhatian pemerintah. Ini sejalan dengan visi kami untuk mencapai netralitas karbon di masa depan," ungkap Yusak.
Yusak mengakui bahwa insentif untuk BEV sangat penting untuk menarik minat konsumen dan meningkatkan penetrasi kendaraan listrik di Indonesia. Namun, ia juga menilai bahwa teknologi hybrid bisa menjadi langkah peralihan yang lebih realistis bagi banyak konsumen Indonesia yang belum siap beralih sepenuhnya ke kendaraan listrik.
Pemerintah Revisi Aturan Insentif Mobil Listrik
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan aturan baru terkait insentif kendaraan listrik. Dalam perubahan terbaru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2024, insentif untuk mobil listrik berupa pembebasan PPnBM dan bea masuk berlaku untuk kendaraan BEV yang diimpor secara utuh (CBU). Aturan ini menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2023 yang juga mengatur pemberian insentif untuk kendaraan listrik.
Pemerintah beralasan bahwa insentif ini akan mendorong pengembangan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia dan menarik lebih banyak investasi, khususnya bagi produsen yang berkomitmen untuk membangun fasilitas produksi kendaraan listrik di tanah air. Dengan adanya insentif ini, pemerintah berharap Indonesia dapat mempercepat peralihan ke teknologi ramah lingkungan dan memperkuat posisi Indonesia dalam industri otomotif global yang semakin mengarah pada elektrifikasi.
Tantangan dan Prospek Ke Depan
Meskipun insentif yang diberikan untuk BEV menunjukkan langkah positif dalam mendukung transisi energi bersih, baik Toyota maupun Honda menilai bahwa kebijakan ini seharusnya lebih inklusif dengan mempertimbangkan kebutuhan teknologi hybrid. Kendaraan hybrid, yang menggunakan kombinasi mesin pembakaran internal dan motor listrik, dapat menjadi solusi transisi bagi konsumen yang belum siap sepenuhnya beralih ke mobil listrik.
Bagi banyak konsumen di Indonesia, kendaraan hybrid bisa menjadi alternatif yang lebih praktis, mengingat kurangnya infrastruktur pengisian daya listrik dan keterbatasan daya jangkau kendaraan BEV yang masih menjadi tantangan besar. Oleh karena itu, dukungan terhadap teknologi hybrid dianggap penting untuk memastikan keberhasilan transisi menuju kendaraan ramah lingkungan secara lebih luas.
Dengan kebijakan ini, harapannya Indonesia bisa menjadi pusat produksi kendaraan ramah lingkungan di Asia Tenggara, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan berbahan bakar fosil, yang sejalan dengan komitmen negara untuk mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060.