Lancarnya arus lalu lintas barang dan logistik menjadi keinginan dari semua pelaku usaha dimanapun berada. Dengan lancarnya layanan logistik maka sektor lain pun akan berjalan tanpa hambatan.
Oleh karena itu, penting untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan sektor transportasi dan logistik. Begitu pun dengan pengembangan layanan logistik di setiap daerah, dimana kunci dari keberhasilannya ialah eksistensi stakeholders.
Bukan sekedar hadir saja, stakeholders terkait juga mesti terlibat secara aktif dalam berbagai upaya yang berkaitan dengan pengembangan layanan transportasi dan logistik.
Berkaitan dengan hal ini, Susanto Wijaya selaku owner dari PT. Gajah Unggul Internasional (GUI) mengemukakan bahwa pergerakan perekonomian daerah juga bergantung pada sejauh mana infrastruktur di sisi daratnya, selain tentunya di sisi laut atau pelabuhannya.
‘’Kalau yang menyangkut pelabuhan yang dioperasika Pelindo, kami rasa hingga kini sudah mumpuni karena pelayanan di Pelindo Palembang sudah terapkan online sistem semua, bahkan komunikasi dengan asosiasi/stakeholders juga berjalan baik,’’ Tutur Susanto saat ditemui di Palembang, Selasa (17/10/2023).
Ia juga mengingatkan bahwa soal masih adanya inefisiensi atau biaya tinggi di sektor logistik perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Pria yang aktif dalam berbagai organisasi seperti ISAA, APBMI, dan Asdeki ini menuturkan bahwa infrastruktur darat merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi setiap daerah. Dan hal tersebut harus didukung dengan infrastuktur jalan-jalannya yang juga baik agar mobilitas transportasi dan logistik berjalan dengan lebih efisien.
Ia juga menyatakan dukungannya terhadap program kerja 24/7 di sektor kepelabuhan, pelayaran, maupun lini 2-nya atau hinterland agar bisa mewujudkan layanan logistik yang lebih efektif dan efisien.
Sementara itu di lain kesempatan Gabungan importir nasional seluruh Indonesia atau GINSI menyoroti perihal biaya logistik di Indonesia yang di klaim telah mengalami penurunan dan dianggap lebih efisien saat ini.
Sementara itu, pelaku importasi sebaliknya merasakan adanya kenaikan pada biaya-biaya logistik. Bahkan tidak sedikit yang melaporkan bahwa kenaikan yang terjadi cenderung tidak terkontrol terutama pada biaya di luar pelabuhan yang berkaitan dengan cost di keagenan kapal dan depo petikemas kosong (empty) eks impor.
‘’Berbicara terkait biaya logistik di Indonesia yang katanya sudah turun bagaimana kajiannya secara detil dan transparan dimana penurunannya? Hal ini mengingat biaya yang ada sekarang justru cenderung naik dan bahkan tidak terkontrol terutama biaya di luar pelabuhan.’’ Ujar Capt Subandi, Ketua Umum BPP GINSI.
Ia menyatakan bahwa GINSI memiliki bukti bagaimana biaya-biaya di luar pelabuhan semakin tinggi dan belum ada pembenahan ataupun penertiban terhadap hal ini. Bahkan jika di kaji dan di analisa dengan lebih cermat, masih banyak terdapat komponen biaya-biaya yang tidak ada layanannya serta juga biaya yang semestinya tidak semahal itu di keagenan kapan dan depo empty.
Ia juga menuturkan bahwa dirinya sama sekali tidak percaya jika ada yang menyebutkan bahwa biaya logistik di Indonesia yang tadinya 27% bisa turun ke 23%. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa penurunan hingga mencapai 14% dan itu ia anggap tidak masuk akal. Terlebih ia ragu akan metodologi perhitungan yang digunakan untuk menghasilkan angka tersebut.
Jadi, untuk bisa mengembangkan layanan sektor transportasi dan logistik memang diperlukan peran aktif berbagai stakeholders yang terkait khususnya dalam hal utilisasi infrastruktur dan pengaturan biaya-biaya pelabuhan. Sehingga sektor pelabuhan di setiap daerah bisa berkembang secara merata.