Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) mengaku keberatan dengan peraturan mengenai impor barang yang dibatasi minimal USD 100 dan larangan perdagangan lintas negara (crossborder).
Pengusaha logistik e-commerce yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) mengaku keberatan dengan peraturan mengenai impor barang yang dibatasi minimal USD 100 dan larangan perdagangan lintas negara (crossborder).
Regulasi ini terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan.
Menurut Ketua APLE Sonny Harsono, aturan ini dianggap merugikan dan diskriminatif serta melanggar norma perdagangan internasional.
Menurutnya, upaya melindungi UMKM bukanlah dengan melarang nominal harga barang yang dapat dijadikan bahan dasar dari produksi UMKM dan memiliki nilai tambah.
Seharusnya, kata dia, pemerintah menyorot pada proses importasinya yaitu importasi ilegal yang menjadi penyebab utama Predatory Pricing, melainkan bukan nominal USD 100 ke bawah yang membunuh UMKM.
"Melainkan seluruh besaran nominal barang impor yang tidak melalui proses importasi resmi akan menyebabkan predatory pricing dan merugikan UMKM," katanya dalam keterangan resminya pada Kamis (5/10/2023).
Saat ini UMKM kita telah melakukan ekspor secara besar besaran di aturan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) lintas negara, sehingga menjadi kontradiktif apabila di sisi lain UMKM melakukan dan diuntungkan dengan perdagangan lintas negara melalui PMSE, akan tetapi PMSE tersebut malah dibatasi transaksinya.
Padahal saat ini nilai transaksi ekspor UMKM melalui PMSE lintas negara mencapai Rp 8-10 triliun per tahun dan secara volume sudah melewati batas importasi PMSE lintas negara.
Melihat hal itu, menurut Sonny, dapat disimpulkan bahwa jalur PMSE lintas negara ini adalah jalur perdagangan yang memberikan kontribusi besar dan dapat meningkatkan daya saing UMKM secara internasional.
Hal ini dapat dilihat dari target pencapaian PMSE lintas negara yang akan mendorong 60 juta UMKM pada tahun 2025 untuk dapat melakukan ekspor ke wilayah ASEAN dengan nilai transaksi lebih dari Rp 50 triliun per tahun.
APLE mendukung segala upaya untuk melindungi dan meningkatkan daya saing UMKM nasional, tidak mungkin peningkatan daya saing UMKM dapat dicapai tanpa peningkatan kegiatan lintas negara dan pola terbaik saat ini yang dapat memberikan hasil instan dan langsung kepada UMKM adalah melalui pola PMSE lintas negara.
Dengan skema itu, UMKM diuntungkan dengan memotong mata rantai pasok dari menjual ke pedagang besar (trader) seperti pada model transaksi konvensional menjadi menjual langsung kepada pembeli (buyer).
"APLE meminta pemerintah untuk sangat berhati-hati dalam penerapan positive list dalam Permendag 31 Tahun 2023 agar dapat benar benar meningkatkan daya saing UMKM, bukanlah malah merugikan, dikarenakan selain bahan baku perdagangan PMSE lintas negara juga menghasilkan pendapatan negara dari segi pajak dan bea masuk sebesar Rp 5-6 triliun per tahun," katanya.
Masalahnya saat ini, menurut dia, predatory pricing barang impor bukan perdagangan PMSE lintas negara, sehingga yang penting harus dilakukan adalah menghilangkan predatory pricing barang impor yang dijual di dalam negeri.
APLE menyarankan agar pemerintah bersama dengan stakeholder logistik e-commerce segera membuat blueprint bersama dalam upaya menghilangkan predator pricing barang impor.
Pertama, menciptakan solusi agar seluruh perdagangan barang impor dapat dilakukan secara legal sehingga dapat menghilangkan predatory pricing.
APLE menyarankan agar pemerintah membentuk Logistik hub di daerah bebas bea seperti Batam agar barang ilegal yang hampir seluruhnya transit melalui daerah bebas bea negara tetangga dapat menjadi tidak relevan/punah.
Lalu, pemerintah mendorong dan mewajibkan seluruh platform lokal yang ingin memperdagangkan barang impor melalui hub logistik yang akan menjadi fulfillment centre bagi seller platform e-commerce untuk distribusi wilayah regional ASEAN dan Indonesia, dan khusus barang impor ke Indonesia akan disertai dengan dokumen importasi resmi dari Kementerian Keuangan yang dapat diterbitkan secara elektronik seperti hal nya dengan proses PMSE lintas negara.