Transformasi digital di sektor logistik nasional semakin menunjukkan kepentingan yang nyata. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan menargetkan seluruh pelabuhan di Indonesia, termasuk Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan Terminal Khusus (TERSUS), agar sudah sepenuhnya terdigitalisasi paling lambat pada 2025. Digitalisasi ini tidak hanya mencakup pengawasan aktivitas fisik, tetapi juga mencakup pengelolaan data, perizinan, serta integrasi sistem operasional. Hal ini menjadi bagian penting dari strategi nasional untuk menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah perdagangan global.
Salah satu langkah konkret yang tengah diimplementasikan adalah pemasangan sistem pemantauan berbasis teknologi tinggi, yaitu CCTV dan AIS Receiver (Automatic Identification System). Teknologi tersebut berfungsi untuk merekam dan melaporkan aktivitas kapal dan bongkar muat secara real time, baik dalam kondisi siang maupun malam. Data dari perangkat ini akan langsung terhubung ke pusat pengawasan milik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui platform I-Motion. Sistem tersebut dapat membantu pemerintah memantau pergerakan kapal dan aktivitas terminal tanpa harus mengandalkan pengawasan manual yang selama ini menjadi titik rawan kelalaian.
Perangkat CCTV yang dipasang memiliki spesifikasi teknis khusus, di antaranya tahan terhadap cuaca ekstrem, memiliki resolusi tinggi dengan zoom optik minimal 20x, dan mampu menyimpan data video selama 365 hari. Sementara itu, AIS Receiver harus kompatibel dengan kanal komunikasi laut dan mampu mengintegrasikan data posisi kapal dengan peta elektronik (ENC) dari Pushidrosal. Peraturan ini secara resmi tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut Nomor SE-DJPL 48 Tahun 2024. Direktur Kenavigasian Ditjen Hubla, Hengki Angkasawan, menjelaskan bahwa perangkat ini “akan menjadi tulang punggung dalam pengawasan pelayaran dan juga sebagai data dukung perizinan dan sertifikasi terminal secara transparan dan akurat.”
Tidak hanya pelabuhan yang bergerak menuju digitalisasi penuh, depo kontainer yang menjadi simpul pendukung logistik juga tengah bertransformasi. Salah satu terobosan penting adalah pengimplementasian platform digital bernama NLE Connect yang kini telah digunakan oleh lebih dari 60% anggota Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (ASDEKI). Melalui sistem ini, pemilik barang, ekspeditur, dan operator depo dapat memantau ketersediaan kontainer, melakukan reservasi online, memproses dokumen, dan melacak status kontainer secara real time yang dapat membantu dalam mengurangi antrian fisik, mempercepat arus pengiriman, dan menurunkan risiko administratif.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menekankan bahwa semua pelabuhan dan terminal wajib menyesuaikan dengan ketentuan digitalisasi jika ingin mendapatkan atau memperpanjang izin operasionalnya. Hal ini juga berlaku bagi depo kontainer yang akan menjadi bagian dari ekosistem logistik nasional. Dengan digitalisasi yang menyeluruh, rantai pasok diharapkan dapat lebih efisien, biaya logistik menurun, dan waktu pengiriman bisa dipangkas secara signifikan.
Menuju tahun 2025, seluruh transformasi tersebut diproyeksikan akan memberikan dampak signifikan terhadap struktur logistik Indonesia. Tidak hanya pada sektor pelabuhan, tetapi juga dapat berdampak pada transportasi darat, gudang, dan industri pengapalan. Dengan sistem pengawasan terintegrasi, data yang transparan, serta proses operasional yang otomatis, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pusat logistik maritim terbesar di kawasan Asia Tenggara.