ANTM mendukung penuh pada langkah pemerintah yang melakukan moratorium ekspor bijih bauksit.
Antam juga sudah mematok target produksi bijih bauksit yang optimistis pada kisaran 1,4 juta wmt hingga 1,5 juta wmt.
Emiten tambang logam pelat merah PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) memberikan dukungan yang penuh pada langkah pemerintah yang melakukan moratorium ekspor bijih bauksit.
Syarif Faisal Alkadrie selaku Corporate Secretary Antam mengatakan bahwa terkait dengan kebijakan ekspor komoditas yang dikeluarkan pemerintah, justru Antam akan mendukung dan mengikuti arahannya.
Syarif di sini pun juga menjelaskan pada tahun ini bahwa Antam berfokus pada hilirisasi yang ada di seluruh komoditas utama perusahaan supaya bisa memberikan nilai tambah produk dari komoditas yang dikelola perusahaan.
"Antam optimistis, kegiatan hilirisasi yang dilakukan pada komoditas inti perusahaan akan mampu diserap oleh pasar domestik," ungkapnya kepada Bisnis, dikutip Minggu (11/6/2023).
Dalam kaitannya dengan pengelolaan komoditas bauksit, tentu selain digunakan untuk umpan di pabrik tentu pengelolaan alumina yang dikelola anak usaha PT Indonesia Chemical Alumina (ICA), Antam juga berfokus melakukan penjualan yang ada di pasar domestik demi bisa memenuhi kebutuhan smelter yang membutuhkan bauksit sebagai bahan baku.
Melalui pelaksanaan good mining practice dan operation excellent, emiten bersandi saham ANTM itu juga berkomitmen demi bisa mendukung pemerintah dalam hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah yang bisa memberikan dampak positif bagi negara dan masyarakat.
Pada tahun 2023, Antam juga sudah mematok target produksi bijih bauksit yang optimistis pada kisaran 1,4 juta wet metric ton (wmt) hingga 1,5 juta wmt. Syarif di sini pun juga mengatakan bahwa target itu tidak jauh berbeda dari target produksi bauksit pada tahun lalu.
“Target kita kurang lebih sama seperti tahun lalu, sekitar 1,4 juta wmt hingga 1,5 juta wmt. Terutama akan kita jual ke pasar domestik,” kata Syarif.
Pemerintah di sini pun juga menyetop ekspor bauksit per 10 Juni 2023. Hal tersebut tentu saja juga sesuai dengan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi bisa mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit yang ada di dalam negeri.
Kepastian itu pun juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat dikonfirmasi ihwal ekspor mineral logam yang disetop berdasarkan Undang-undang (UU) No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
“Jadi, kita kan [moratorium] bauksit,” kata Airlangga di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
UU Minerba juga mengamanatkan bahwa penghentian ekspor mineral logam pada 10 Juni 2023. Amanat itu sebagai tindak lanjut komitmen pemerintah demi bisa melakukan penghiliran lebih lanjut sejumlah mineral logam yang ada di dalam negeri.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalkulasi akan ada pengurangan ekspor bauksit hingga dengan sekitar 8,09 juta ton atau senilai US$288,52 juta atau setara Rp4,3 triliun (asumsi kurs Rp14.903 per US$) pada 2023 akibat kebijakan larangan ekspor.
Di samping itu, potensi nilai ekspor yang hilang tentu saja akan bisa meningkat menjadi US$494,6 juta atau Rp7,4 triliun pada tahun 2024 dan lebih kurang ada 13,86 juta ton bauksit yang tidak diserap.
Dampak lainnya, penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar US$49,6 juta atau setara Rp739,2 miliar dan sebanyak 1.019 tenaga kerja untuk kegiatan produksi atau penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.