Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Timur mengupayakan optimalisasi investasi di sektor ekonomi biru dengan menggandeng Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
DPMPTSP Kaltim dalam hal ini melibatkan pemangku kepentingan lain karena mendorong ekonomi biru tidak bisa dilakukan sendirian. Kepala Bidang (kabid) Perencanaan dan Pengembangan Iklim, Riawati pun menjelaskan bahwa memang ada pembagian peran untuk menjalankan investasi ekonomi biru.
Untuk itulah DPMPTSP Kaltim kali ini mengajak kerja sama dengan DKP Kaltim. Menurut Riawati, DKP Kaltim memiliki peran yang signifikan untuk membantu menjalankan ekonomi biru.
‘’Kami juga sebenarnya belum tahu sejauh mana perkembangannya. Tapi, dari yang kami lihat, Ekonomi Biru di Maratua, Berau, telah menunjukkan beberapa kemajuan. Sudah ada yang mulai jalan dari berbagai program, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah kabupaten,’’ tutur Riawati.
Riawati melanjutkan bahwa program yang dimaksud disini ialah berupa budidaya berkelanjutan ikan kerapu dan termasuk ikan-ikan lainnya. Ia harus akui bahwa ekonomi biru memang belum memberikan keuntungan yang bisa terlihat dengan jelas.
Menurutnya, menjalankan ekonomi biru khususnya di Kaltim masih memiliki berbagai kendala seperti kultur sosial budaya sebagian besar nelayan. Sehingga mendorong investasi ekonomi biru akan memerlukan waktu.
‘’Kemarin itu yang mau dikembangkan seperti Maratua, kan ada tim percepatannya jadi mereka mau mengarah pada profiling dulu untuk kawasan konservasi, karena nantinya yang akan dikembangkan adalah Blue Carbon,’’ lanjut Riawati.
Riawati menjelaskan bahwa sebelumnya kawasan konservasi banyak menyerap anggaran. Oleh karena itu, kedepannya kawasan tersebut sudah semestinya menjadi sumber pendapatan. Terlebih, kawasan konservasi itu bisa diusulkan siapapun. Dalam hal ini, Maratua belum menjadi kawasan konservasi.
‘’Apabila ingin dikembangkan Blue Carbon, tentu kawasan lautnya harus bagus dan baik. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ada rencana ingin mengusulkan hal tersebut,’’ tuturnya.
Sebagai informasi, Kepulauan Maratua di Berau memang sudah cukup lama diproyeksikan untuk bisa menjadi tempat andalan untuk Kaltim mengoptimalkan ekonomi biru. Rencananya, Maratua akan dijadikan sebagai kawasan konservasi.
Meski begitu, Riawati berpendapat jika Kepulauan Maratua sudah menjadi kawasan konservasi, maka para nelayan juga harus diberikan edukasi yang mumpuni khususnya terkait cara penangkapan ikan.
Riawati mengatakan di kawasan konservasi itu penangkapan ikan tidak semestinya dilakukan dengan cara-cara yang ilegal dan berbahaya seperti memakai bom atau sejenisnya. Penangkapan ikan semacam itu akan merusak dan mempengaruhi ekosistem lingkungan hidup di laut.
Sementara itu, Riawati juga menjelaskan bahwa potensi Blue Carbon itu tidak sama dengan Green Carbon. Hal itu dikarenakan adanya beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk ekosistem di laut.
‘’Sebab kalau di laut, beberapa aspek harus diperhatikan seperti kondisi mangrove, kondisi padang lamunnya harus bagus. Serta koralnya dan potensi penyerapan karbonnya lebih banyak di laut,’’ tutur Riawati.
Menurutnya, hal itu berdampak pada pendapatan Blue Carbon yang berpotensi meningkat berkali-kali lipat dibandingkan dengan Green Carbon. Maka dari itu, harus ada keseriusan dan perhatian lebih agar kawasan laut bisa menghasilkan pendapatan yang diharapkan.
‘’Ketika kawasan ini sudah dikonservasi, dalam hal penangkapan ikan juga akan diatur sehingga ada area-area tertentu yang diperbolehkan serta dilarang untuk menangkap ikan,’’ ujarnya.
Pihaknya juga memiliki harapan besar agar Ekonomi Biru di Kaltim bisa segera terimplementasi dengan baik dan memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan pendapatan daerah Kaltim.