Aturan yang disahkan 15 Mei 2023 mengatur penambangan sedimen laut berupa pasir laut juga material sedimen lainnya.
Isu penambangan dan pemanfaatan pasir laut hasil sedimentasi tersebut di dalamnya memang jadi pembicaraan banyak pihak.
Aturan turunan dari Peraturan Pemerintah No.26/2023 terkait dengan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tengah disiapkan dan diperkirakan rampung pada akhir Juni 2023 ini.
Aturan yang disahkan pada tanggal 15 Mei 2023 lalu itu bakal mengatur penambangan sedimen laut berupa pasir laut juga material sedimen lainnya. Dalam PP No.26/2023 tersebut, pasir laut yang ditambang dari hasil sedimentasi laut juga bakal dimanfaatkan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan ekspor.
"Fakta yang terjadi di Jepara, yang sering menimbulkan masalah dengan nelayan itu bukan penyedotan [hasil sedimentasi lautnya]. Tetapi waktu mengangkat dan dimasukkan ke kapal besar, karena hasil [penyedotan] melewati skrining atau penyucian, terjadi kekeruhan yang luar biasa sehingga mengganggu daerah tangkapan nelayan. Makanya ini harus hati-hati," jelas Sutrisno Anggoro, Guru Besar Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan (FKIP) Universitas Diponegoro, Rabu (21/6/2023).
Walaupun memang di dalamnya menyimpan permasalahan tersendiri, Sutrisno di sini pun juga menjelaskan bahwa sedimentasi laut yang dibiarkan juga akan berpotensi merusak rantai hidup kehidupan biota laut. Dengan demikian, pengambilan sebagian sedimen di muara sungai perlu dilakukan.
"Kalau yakin kawasan sedimentasi itu menurunkan daya dukung dan daya tampung ya tidak masalah," jelasnya. Untuk memastikan prinsip kehati-hatian tersebut, Sutrisno menyebut pemerintah perlu menyiapkan regulasi dan petunjuk pelaksanaan yang merinci proses pemanfaatan hasil sedimentasi laut tersebut.
Lebih lanjut lagi, terkait pemanfaatan pasir laut sebagai bahan reklamasi dan komoditas ekspor, Sutrisno di sini pun juga menjelaskan bahwa perlu dilakukan kajian lebih lanjut lagi apakah hasil sedimentasi tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya. Pasalnya, memang tidak semua hasil sedimentasi laut itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan reklamasi, seperti yang telah terjadi di Kota Semarang.
"Karena hasil sedimentasi selalu mengalami solidifikasi dan konsolidasi. Sehingga selalu ambles ke bawah. Oleh karena itu, kalau nanti digunakan reklamasi apalagi diekspor, pasti ini kategorinya tidak hasil sedimentasi penuh. Harus ada seleksi dan penyaringan supaya kualitasnya sesuai untuk peruntukannya," jelas Sutrisno.
Isu penambangan dan pemanfaatan pasir laut hasil sedimentasi tersebut di dalamnya memang jadi pembicaraan banyak pihak. Dari sisi pelaku usaha, pemanfaatan pasir laut ini sangat berpotensi meningkatkan lalu lintas perdagangan yang pada akhirnya bakal memicu geliat di sektor pelayaran dan logistik.
Di samping itu, penambangan pasir laut juga berpotensi menyisakan masalah baru bagi nelayan-nelayan kecil di pesisir. Terkait hal tersebut, Miftahul Huda selaku Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjelaskan bahwa PP No.26/2023 diketok pemerintah bukan dalam konteks melegalkan aktivitas penambangan pasir laut secara ilegal.
Menurut Huda, secara prinsip, peraturan tersebut justru malah berupaya meregulasi pemanfaatan hasil sedimentasi laut demi kemaslahatan yang lebih luas.
"Pada konteks pemanfaatan ini, biasanya konflik dan yang lainnya muncul. Sehingga harus kita jelaskan dengan sangat detail dalam PP No.26/2023 ini. Ini yang seharusnya harus kita bedah betul cara memahami PP ini. Kami berharap, melalui PP No.26/2023, ada pemulihan kualitas lokasi, peningkatan kejernihan air, dan ketersediaan ikan sampai memitigasi risiko lingkungan itu tadi," jelas Huda.