Undang-Undang Jalan sudah di buat sejak tahun 2004 dimana jalan nasional maupun jalan tol digunakan untuk angkutan barang atau logistik dan bukan untuk mobil pribadi.
Peraturan tersebut sampai saat ini masih berlaku dan tidak berubah dalam mengatur penggunaan jalan menjadi untuk mobil pribadi. Hal tersebut disampaikan sendiri oleh Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno.
Suripno mengatakan jika dilihat dari konsep aslinya, jalan dalam kota itu dibagi sesuai dengan angkutan barang, sehingga barang dari pesisir dapat mengalir ke provinsi dan kabupaten.
‘’Itu dari tahun 1980-an konsepnya begitu. Terus, yang jadi masalah, pada saat akan diterapkan, orang-orang nggak konsisten dengan apa yang telah ditetapkan. Aturan itu lebih kepada bukan konsepnya, tetapi lebih ke tampilan,’’ Tutur Suripno, yang juga merupakan mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan.
Suripno melanjutkan jika sesuai peraturan maka tidak masalah jika angkutan mobil pribadi mengalami macet pada saat hari-hari libur atau hari besar, asalkan angkutan barang tetap lancar. Namun yang terjadi saat ini seringkali terbalik, dimana kepentingan mobil pribadi lebih diutamakan daripada angkutan logistik.
‘’Padahal kalau mobil pribadi macet, mereka kan punya pikiran untuk bisa mengatur dirinya sendiri. Tetapi kalau angkutan barang yang macet, pemerintah yang harus mengatur supaya tidak macet karena sangat terkait dengan perekonomian negara kita,’’ ujar Suripno
Ia menjelaskan jika ingin tidak melanggar undang-undang, pemerintah seharusnya berpikir untuk membuatkan jalur berbeda untuk angkutan umum dan mobil pribadi terutama pada musim libur besar seperti natal dan tahun baru yang akan segera dihadapi. Dengan begitu, angkutan logistik tidak akan terganggu.
‘’Karena jalan-jalan untuk angkutan logistik itu sudah dicanangkan jauh sebelumnya. Jadi, kalau orang mau bepergian dengan mobil pribadi saat hari-hari libur besar silahkan diatur sendiri waktunya agar tidak mengalami macet,’’ ucap Suripno.
Suripno juga mempertanyakan apakah pemerintah pernah menghitung kerugian ekonomi yang disebabkan pemberlakuan pelarangan angkutan logistik pada saat libur besar atau tidak.
‘’Pernah dihitung nggak kerugian ekonomi yang diakibatkan pelarangan angkutan logistik di masa-masa libur besar itu hanya karena ingin pencitraan semata dengan mengutamakan mobil-mobil pribadi yang bisa menggunakan jalan saat itu,’’ tukas Suripno.
Jika distribusi terganggu, maka ekonomi pun akan jebol. Dan kalau menunggu hingga jebol, maka produk-produk Indonesia di luar negeri pun jadi tidak laku.
Maka menurut Suripno pemerintah harusnya memprioritaskan mana yang terbaik untuk rakyat banyak dan perekonomian rakyat sebelum memberlakukan pelarangan angkutan logistik saat libur besar. Maksudnya, pemerintah harus memutuskan memilih membiarkan pengguna kendaraan pribadi yang merugi atau membiarkan logistik yang rugi.
Ia menegaskan bahwa yang harus menjadi prioritas yaitu yang sesuai dengan Undang-Undang Jalan yang mana tujuan dibuatnya yaitu kelancaran angkutan barang atau logistik.
‘’Kan harusnya yang logistik yang harus diutamakan. Kalau kendaraan pribadi tiga hari di jalan itu tidak apa-apa. Tapi kalau angkutan logistik itu macet berhari-hari di jalan apalagi kalau sampai dilarang yang sebenarnya itu menjadi haknya, itu akan sangat merugikan kita secara ekonomi,’’ Tutur Suripno.
Ia menyarankan agar pemerintah tetap memprioritaskan angkutan logistik di saat ekonomi Indonesia tengah bangkit dari dampak pandemi seperti sekarang ini. Sementara bagi para pengguna mobil pribadi yang hendak mudik, pemerintah bisa menghimbau agar mereka mengatur jadwal dengan baik jika tidak ingin terjebak macet.