Setelah puasa selama empat tahun, Bank Dunia merilis Logistics Performances Index (LPI) tahun 2023. LPI adalah acuan yang sering kali dipakai investor sebelum menanamkan modal di suatu negara. Pasalnya, biaya logistik menjadi komponen penting dalam biaya operasional atau kegiatan investor.
Bank Dunia menunjukan bahwa LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 pada 2018 menjadi 63 pada 2023 dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0. Sementara itu, negara tetangga, Singapura naik 6 peringkat dan sukses menjadi peringkat pertama.
Adapun, Kenaikan peringkat lebih tinggi dicapai Filipina yang naik 13 peringkat dan Malaysia sebanyak 10 peringkat. Jelas Indonesia tertinggal jauh di ASEAN. Malaysia berada peringkat 31, diikuti Thailand di 37, Filipina 47, Vietnam 50, Indonesia 63, Cambodia 116, dan Laos PDR 82.
Plt. Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengungkapkan bahwa penurunan nilai ini antara lain dipengaruhi oleh disrupsi rantai pasok yang terjadi selama pandemi dan pasca Covid-19 yang menyebabkan proses pengiriman di pelabuhan menjadi tidak efisien.
"Faktor lainnya ialah tensi geopolitik global yang sempat tinggi membuat transaksi perdagangan internasional menjadi terhambat. Jika kita melihat score Port Dwell Time yang juga dikeluarkan World Bank pada report ini, rata-rata dwelling time Indonesia berada di 3,2 hari," paparnya Ferry kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/5/2023).
Angka ini, kata Ferry, meningkat cukup signifikan dan di kawasan ASEAN hanya berada di bawah Singapura yang memiliki score 3,0.
Jika melihat komponen penilaian LPI yang dilakukan World Bank, Ferry menuturkan bahwa 2 dari 6 komponen LPI kita justru naik dibandingkan tahun 2018 yakni, customs score (dari 2,7 menjadi 2,8) dan infrastructure score (dari 2,895 menjadi 2,9).
"Komponen lainnya yang menjadi pemberat dalam LPI kita ada pada Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9)," kata Ferry.
Ferry mengakui secara umum penurunan kinerja logistik akan mengganggu jalannya aktivitas perdagangan dan rantai pasokan (supply chain). Hal ini disebabkan karena rantai pasokan efektif dalam memfasilitasi perdagangan, pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim yang berpengaruh terhadap perminatan investasi asing langsung di Indonesia.
"Sebab, biasanya investor akan mempertimbangkan kondisi logistik suatu negara sebelum menentukan investasi," tegasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan skor LPI tidak hanya dapat menggambarkan kinerja logistik suatu negara, tetapi juga dapat menjadi salah satu pertimbangan investor untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
"Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan LPI itu, di samping meningkatkan kinerja logistik Indonesia secara umum," paparnya.
Menurutnya, peningkatan LPI Indonesia harus dilakukan dengan perencanaan lintas kementerian/lembaga terkait secara terintegrasi, serta melibatkan para pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha terkait. Perencanaan itu dengan menyusun program secara sistematis berdasarkan kondisi dan permasalahan pada semua sektor terkait.
Revisi atas Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), pembentukan UU logistik, dan pembentukan lembaga permanen bidang logistik menjadi tiga hal penting yang harus segera dipertimbangkan.
"Lembaga permanen itu, misalnya, sangat diperlukan mengingat logistik bersifat multisektoral dan multistakeholders. Beberapa kementerian/lembaga, bahkan kementerian koordinator, terkait dengan sektor logistik. Selain itu, sektor logistik juga menyangkut kepentingan pemerintah pusat dan semua pemerintah daerah," ungkap Setijadi.
Implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) yang menunjukkan perkembangan dan hasil yang baik perlu diperkuat, baik secara regulasi maupun kelembagaan, dengan dukungan semua kementerian/lembaga terkait.
Dikutip dari : CNBC Indonesia