Hipmi berharap pemerintah mengetatkan pengawasan seiring dengan adanya peningkatan impor ilegal.
Ketua Umum Hipmi mengatakan bahwa pihaknya memang mendukung langkah pemerintah dalam hal pengawasan.
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berharap supaya pemerintah semakin mengetatkan pengawasan seiring dengan adanya peningkatan impor ilegal yang terjadi dalam 4 tahun terakhir.
Dengan adanya impor yang tidak sesuai ketentuan tersebut, tentu saja iklim usaha dalam negeri bakal terganggu.
Akbar Himawan Buchari selaku Ketua Umum Hipmi mengatakan bahwa pihaknya mendukung langkah pemerintah dalam hal pengawasan. Pasalnya, praktik impor tersebut juga bakal mematikan pelaku usaha dalam negeri, khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Dengan adanya impor impor ilegal tersebut jelas merusak harga pasar. Kita mengimbau agar segera diberantas,” ujar dia di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, lonjakan impor ilegal tersebut karena memang permintaan yang sangat tinggi. Namun, Akbar di sini justru menilai upaya pemerintah membatasi impor, khususnya baju impor bekas yang sangat bagus untuk para pelaku manufaktur nasional.
Di sini pun beliau juga berharap supaya para pelaku impor illegal sadar bahwa praktik tersebut mengganggu iklim usaha dan merupakan perbuatan kriminal.
“Kita berharap agar pelaku usaha juga sadar karena impor illegal bisa mengganggu iklim usaha,” kata Akbar.
Bukan hanya itu, Akbar berpandangan bahwa pengusaha pun harus bisa menanamkan nilai-nilai kebangsaan karena ini bukan hanya sebatas perihal ekonomi dan bisnis semata.
"Karena pengusaha Hipmi seluruh Indonesia, harus terpatri untuk bisa memantapkan nilai-nilai kebangsaan. Untuk bisa berdiri di kaki sendiri, menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Akbar.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga sudah melaporkan bahwa impor illegal sekarang kian marak.
Selama tahun 2022 perkiraan nilai impor illegal mencapai Rp214,7 miliar, naik pesat jika dibanding dengan tahun 2021 yang hanya Rp9,6 miliar, sementara pada 2020 sebesar Rp7,4 miliar dan pada 2019 mencapai Rp29 miliar.
Untuk semester I/2023, Kemendag bersama bea cukai juga telah mengamankan pelanggaran post border sebesar Rp23 miliar. Beliau juga menuturkan barang yang disita pun mencapai 140 ton, terdiri produk tekstil, makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, produk kehutanan dan busbar (pelat) tembaga. Produk-produk tersebut juga kebanyakan berasal dari Thailand, China dan India.
“Yang kita periksa kan aspek ilegalitasnya, apakah dia punya LFI atau LS dan jumlahnya sesuai atau tidak. Dan yang kita awasi di post border 3.197 HS dari 22 komoditas,” ujar Tommy kepada Bisnis, Senin (19/6/2023).
Tommy mengatakan bahwa barang-barang tersebut juga nantinya akan dimusnahkan dan diekspor kembali sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean.